
Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional — momen penting yang tidak hanya mengingatkan kita pada sosok Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional, tetapi juga menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan bagaimana wajah pendidikan kita hari ini dan ke mana arah yang ingin dituju.
Jejak Sejarah di Balik Tanggal 2 Mei
Tanggal ini dipilih bukan tanpa alasan. 2 Mei merupakan hari lahir Ki Hajar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia yang dikenal dengan semboyannya yang legendaris: Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani — di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan.
Falsafah ini tak hanya menjadi landasan sistem pendidikan nasional, tetapi juga menggambarkan peran seorang pendidik dalam berbagai situasi.
Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa pendidikan harus memerdekakan, bukan mengekang. Ia mendirikan Taman Siswa pada 1922 sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial yang tidak berpihak pada rakyat. Semangat inilah yang diwariskan hingga kini.
Pendidikan Hari Ini: Apa Tantangannya?
Seiring waktu, wajah pendidikan Indonesia terus berubah. Kini, tantangannya tidak hanya soal akses, tapi juga kualitas.
Perbedaan infrastruktur antara kota dan daerah, kesenjangan digital, serta dinamika kurikulum yang terus berkembang membuat kita bertanya: apakah semangat merdeka belajar benar-benar bisa dirasakan merata?
Teknologi memang membuka banyak pintu—belajar kini bisa dari mana saja. Tapi itu juga menuntut adaptasi besar dari guru, siswa, bahkan orang tua. Belum lagi soal literasi digital, keamanan informasi, dan tekanan mental akibat pembelajaran daring yang berkepanjangan.
Menatap ke Depan: Apa yang Bisa Diharapkan?
Pendidikan bukan semata soal angka kelulusan atau ranking akademik. Lebih dari itu, pendidikan adalah upaya kolektif membangun manusia Indonesia yang utuh — cerdas secara intelektual, emosional, dan moral.
Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Kita semua punya peran. Memberi ruang bagi inovasi, mendukung guru untuk terus belajar, dan mendorong budaya membaca serta berpikir kritis.
Seperti kata Ki Hajar Dewantara,
“Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.”
Penutup
Hari Pendidikan Nasional seharusnya bukan sekadar seremoni, tetapi pengingat bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang sebuah bangsa.
Dari ruang kelas yang sederhana hingga layar laptop di pelosok desa, harapan akan masa depan Indonesia ada di sana — tumbuh perlahan, dibentuk oleh setiap proses belajar yang terjadi hari demi hari.